chocoprince

menu

Selasa, 31 Agustus 2010

Laut Pasifik

Dikegelapan malam, jauh dibawah lautan pasifik yang bagai Kristal nan biru kehitam-hitaman yang nampak bagaikan keindahan dari surga, berkilau-kilau menandingi cahaya bintang. Disebuah terumbu karang yang tersisa, terdengar suara desiran kecil . Seekor ikan badut terbangun dari pingsannya.
“tidak, tidak…., ini bukan tempat ku,“ Ucapnya penuh kegusaran. “mana terumbu karang yang indah tempatku berteduh dari terjangan arus yang deras, tempatku mencari makanan”.
  Dari balik terumbu karang yang tersisa tersebut muncul satu lagi ikan yang selamat dari maut. Ikan kecil ini tidak tau apa-apa, tak tau apa yang sedang terjadi ditempat tinggalnya.
“uuuh…, apa ini sudah pagi, Bu?” tanyanya polos kepada jasad ibunya yang terbujur kaku disampingnya. “kok, dingin sekali tak seperti biasanya?, apa musim sudah berganti!!!” tambahnya.
Nampaknya ikan badut mendengar suara ikan kecil itu. Dan langsung menghampirinya dengan cepat, secepat kilat. Dengan wajah binggung ia mulai  mengeluarkan kata-kata kepada ikan kecil.
“hai nak, lihat lah,” suaranya meninggi. “apa yang terjadi!!!!!, mereka sudah menghancurkan semuanya”. Jelasnya dengan penuh kekosongan, matanya terlihat mulai berkaca. Tetapi, disembunyikan dibalik wajah dewasanya.
Ikan-ikan mati oleh bom dahsyat yang memporak-porandakan tempat tinggal mereka, tak ada lagi yang tersisa semuanya seperti kota mati yang sunyi dan penuh kesuraman. Nampaknya hanya kedua ikan kecil inilah penghuninya yang tersisa.
“ibu, ibu. Apa yang terjadi???,” Tanya ikan kecil sambil menggerak-gerakkan tubuh ibunya.
“bodoh, ibumu sudah mati terkena bom yang dahsyat itu!!!. Hanya kita yang tersisa disini,” terang ikan badut dengan jelas.
Ikan kecil itu mulai terdiam. Dia merasakan kekakuaan disekujur badan ibunya. Tapi, ia berusaha mengelak dari itu semua. Dia terus berharap kalau masih ada sedikit roh ditubuh ibunya. Semua memori manis yang telah dilakukannya bersama dengan ibunya seolah kembali terputar dan terus membayangi otaknya. Tawa-tawa manja, isakan tangis hingga kemarahan menjadi suatu kepedihan yang siap mingiris hatinya.
“ibuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu!!!,” teriaknya dengan air mata yang bercucur deras dipipinya.
Ibunya telah mati disampingnya, ikan kecil itu baru saja tersadar kalau ibunya telah tiada. Satu persatu bangkai ikan-ikan lain mulai mengambang keatas, terbawa arus laut. Nono berusaha menahan ibunya yang mulai mengambang keatas, air matanya-pun semakin deras mengalir mengalahkan aliran arus terderas sekalipun.
“ibuuuuuuuuu….., jangan tinggalkan Nono...!!” teriaknya nyaring sambil memeluk erat tubuh ibunya.
“bodoh….,cepat lepaskan pelukan sia-sia itu!!!” ucap ikan badut gusar. “kalau kau mau selamat, setelah ini pasti akan ada jala besar yang akan diturunkan!!,” tegur ikan badut itu tegas.
Tapi Nono si ikan kecil itu tetap memeluk erat jasad ibunya. Ia tak rela kalau harus kehilangan ibunya, sudah cukup baginya kehilangan ayahnya sebulan yang lalu akibat jala nelayan di utara. Nono memang berusaha keras untuk berjuang hidup dengan Ibunya semenjak Ayahnya tiada, melewati arus yang deras, menghindari ikan besar yang ingin menyantap mereka dan cengkraman manusia. Begitu banyak hal yang dilewatinya, Nono masih terlalu kecil untuk bisa bertahan hidup sendiri.
“Nono sayang ibu…..!!!,” teriaknya tersedu-sudu, suaranya mulai parau dan mendesah.
“simpanlah sayangmu, Nak. Cepatlah lari bersamaku. Manusia tak akan bersimpati dengan perasaan mu, mereka hanya memikirkan kepentingannya sendiri, tak peduli dengan yang lain!!!”.
“ibu,ibu,uuu….uuuuu….,” isak Nono dan dengan berat hati mulai melepaskan tubuh ibunya perlahan.
“cepat…., lihat mereka telah membunuh yang lainnya , bahkan juga sudah menghancurkan karang tempat hidup kita !”.
Tiba-tiba jala dimasukkan kedalam air, ikan-ikan yang mati itu mulai masuk dengan pasrah. Tak terkecuali dengan ibu Nono. Tapi, Nono belum seutuhnya merelakan ibunya. Ia ingin ikut hanyut bersama ibunya.
“BODOOOOOOOOOOOH,” teriak ikan badut sambil menarik tubuh Nono, menghindari jala besar yang siap menangkapnya.
“tidak….,ibu….,ibuuuuuuuuuuuuuu!!”.
 “Nemo….,itu namaku, bocah aku tak pandai menghibur. Aku kaku bagai robot. Jadi jangan berharap aku akan membuai mu, setidaknya ada satu hal yang perlu kau ketahui, nasibku-pun dulu sama sepertimu. Tapi, aku harus tetap bertahan di dunia yang mengerikan ini.” Ucapnya penuh kewibawaan.
“Ibu, Ibu, Ibuu,”. Nono terus memanggil ibunya.
“ikutlah dengan ku, Nak!” ajak Nemo si ikan badut. “Ikutlah denganku ketempat yang indah”.
Nono mulai berhenti menangis. Kata-kata Nemo tadi seakan-akan melegakan hatinya yang penuh rasa duka.
“Inilah kehidupan yang mesti kau pelajari, bahwasannya semua pasti akan mati. Tapi, hanyalah waktu yang menentukannya.” Jelas Nemo bijak.
“Ibu” ucap Nono seakan tak jemu mengucapkan satu kata yang sangat berarti dihidupnya.
Nemo mengulurkan sebelah siripnya yang agak terluka. “Gandeng tanganku dan kita munuju surga, Nak!”.
Nono dengan erat menggandeng sirip Nemo, sejuta harapan mulai dicita-citakannya dikehidupan yang baru. Menyongsong kehidupan ini yang tak akan pernah berhenti menembus ruang waktu hingga sampai masanya nanti.

THE END

    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar